Kamis, 09 Januari 2014

TEKNIK KONSOLIDASI DAN PENYISIPAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT


LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


TEKNIK KONSOLIDASI DAN PENYISIPAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Eleais guineensis Jacq.)
 DI LAHAN GAMBUT  PT ASAM JAWA
PROVINSI SUMATERA UTARA.







 















Oleh :

Rahmad Gagah Pribadi
11082100306







PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013

I.       PENDAHULUAN



1.1.     Latar Belakang
Komoditas kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penting dan sangat mendukung tingkat perekonomian bangsa karena memiliki aspek yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, baik untuk kebutuhan pangan maupun non pangan.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis gineensis jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili palmae. Tanaman ini berasal dari dataran Afrika dan mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1848. Tanaman kelapa sawit sebagai tanaman industry mulai diusahakan secara komersil di Indonesia sejak 1991. Berdasarkan hasil penelitian kondisi iklim dan kaadaan tanah wilayah Sumatera Utara dianggap cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit sehingga pihak Belanda, Inggris, dan Belgia mulai untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit.
Kenyataan lain yang perlu dasadari adalah keterbatasan mahasiswa pertanian dalam mengembangkan potensi dalam hal pemeliharaan kelapa sawit. Sehingga perlu adanya suatu tindakan yang kongkrit untuk menggali lebih dalam tentang pemeliharaan kelapa sawit di lapangan. Kegiatan tersebut akan dapat tersalurkan melalui PKL (Praktek Kerja Lapangan) sehingga dapat mengetahui masalah dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi problema tersebut dalam hal pemeliharaan kelapa sawit.
Kesempatan untuk memperoleh suatu pekerjaan selain ditentukan oleh pengetahuan berupa teori yang diberikan di bangku perkuliahan, juga harus didukung oleh banyaknya pengalaman di lapangan. Perkuliahan yang dilaksanakan hanyalah merupakan rangkaian kegiatan proses belajar yang berupa materi – materi, keterangan dan penjelasan tanpa adanya pengalaman langsung tentang apa dan bagaimana sesungguhnya kegiatan yang berlangsung di lapangan. Oleh karena itu diperlukan adanya PKL yang bertujuan untuk menambah pengetahuan, pengalaaman, dan gambaran kepada mahasiswa tentang bagaimana sesungguhnya realita duni kerja yang akan dimasuki setelah lulus sarjana. Dengan adanya PKL ini diharapkan nantinya para lulusan sarjana dapat menciptakan usahanya sendiri dan tidak sekedar melamar atau mencari pekerjaan.  
Gambut terbentuk dari seresah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Di dataran rendah dan daerah pantai, mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan gambut ombrogen yang berbentuk kubah (dome) . Gambut ombrogen di Indonesia terbentuk dari seresah vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga status keharaannya rendah dan mempunyai kandungan kayu yang tinggi (Radjagukguk, 1990).
Pemanfaatan gambut dan lahan gambut untuk pertanian dan usaha-usaha yang berkaitan dengan pertanian berkembang cukup pesat. Salah satunya tanaman tahunan dapat dibudidayakan pada lahan gambut yaitu tanaman kelapa sawit. Pengembangan pertanian pada lahan gambut menghadapi banyak kendala yang berkaitan dengan sifat tanah gambut. Menurut Noor (1979) dalam Mawardi et al, (2001), secara umum sifat kimia tanah gambut didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman. Asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi tersebut merupakan bahan yang bersifat toksid bagi tanaman, sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung terhadap produktifitasnya. Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat lebih berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan cepatnya pergerakan air pada gambut yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman sangat terbatas.
Selain itu perusahaan perkebunan juga harus tetap melakukan perbaikan dan peningkatan serta pengembangan secara terus menerus agar perusahaan dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Salah satu cara adalah dengan melakukan evaluasi sistem budidaya yang berpengaruh langsung terhadap hasil produksi, selanjutnya dilakukan upaya perbaikan dari sistem budidya tersebut yang dapat meningkatkan produsi kembali.
1.2.     TUJUAN
Tujuan dari prektek kerja lapang adalah :
1.      Meningkatkan pengetahuan serta pengalaman mahasiswa secara langsung dalam teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan Kota Pinang, Provinsi Sumatra Utara.
2.      Mempelajari dan mengikuti kegiatan di lapangan tentang teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut  PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan Kota Pinang, Provinsi Sumatra Utara yang terkosentrasi dengan konsolidasi dan penyisipan.

1.3.     MANFAAT
Manfaat dari praktek kerja lapang adalah :
1.      Mengetahui teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut yang benar.
2.      Memperoleh pengalaman kerja di lapangan sehingga bermanfaat bagi mahasiswa sebagai batu loncatan ketika terjun kedunia kerja.















II.         TINJAUAN PUSTAKA



2.1.     Sejarah Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg.) merupakan salah satu tanaman perkebunana di indonesia yang mempunyai masa depan cukup cerah. Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat, tetapi adapula yng mengatakan tanaman ini berasal dari Brazil, Amerika Selatan (Setyamidjaja,2006). Sedangkan menurut Sunarko (2007) Tanaman kelapa sawit pertama kali diperkenaLkan di indonesia pada tahun 1848 di Sumatra Utara dan dan Nanggroe Aceh Darussalam oleh pemerintah kolonia Belanda dan mulai diusahakan pada tahun 1911, perintis kebun kelapa sawit di indonesia adalah Adrian Hallet seorang warga Negara Belgia.
Pada waktu Belanda meninggalkan Indonesia, Jepan mengambil ahli perkebunan kelapa sawit, tetapi pada saat Jepan mengambil ahli, perkebunan kelapa sawit mengalami kemunduran Secara keseluruhan produksi kelapa sawit terhenti total, lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada, sehingga produksi minyak sawit indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948, sedangkan pada tahun 1940, produksi minyak kelapa sawit sebanyak 250.000 ton. Setelah jepang meninggalkan indonesia, pemerintah mengambil ahli perkebunan kelapa sawit. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk tanaman kelapa sawit. Sampai tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) mencapai 721.127 Ton (Fauzi, 2002).

2.2.     Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2009), Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Regnum: Plantae, Diviso : Embryophyta Siphonagama, Classis : Angiospermae, Ordo : Monocotyledonae, Familia : Areacaceae, Subfamilia : Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : 1. Elaeis guineensis jacq.,2. Elaeis oleifera, 3. Elaeis odora.

2.3.     Botani Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledone
Famili             : Areraceae
Sub famili        : Cocosoideae
Genus              : Elaeis
Spesies            : Elaeis guineensis Jacq.
Menurut Setyamidjaja (2006) tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil sehingga kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer yang keluar dari bagian bawah batang (bulb) tumbuh secara vertikal atau mendatar. Akar sekunder yang tumbuh dari akar primer secara mendatar ataupun ke bawah dan akar tersier serta kuarter tumbuh di permukaan sehingga paling aktif mengambil hara dan air dalam tanah.

2.7.1   Akar
            Tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier dan kuartener. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah kebawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah kesamping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Jika dirawat dengan baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap penyakit pangkal batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman dalam mengambil unsur hara oleh tanaman melalui akar (Maksi, 2008).
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari family Araceae ini memiliki akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang kebawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang, akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan horizontal didalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh diseluruh pangkal batang hingga 50 cm diatas permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).

2.3.2.      Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20-75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak dipucuk batang dan terbenam didalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Setyamidjaja, 2006).

2.3.3.      Daun
Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Dibagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Ujung pelepah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehingga perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2007).

2.3.4.      Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (Monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Sehingga pada umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Abidin, 2008).
Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (Croos pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon lainnya dengan perantara angin dan serangga penyerbuk. Perbandingan bunga betina dan bungan jantan sangat dipengaruhi pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk dan kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan  pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga (Primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko, 2007).

2.3.5.      Buah
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervareasi dari hitam,unggu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari setiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang , kandungan asam lemak bebas (FFA,free faty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Pahan, 2007).
Buah terkumpul didalam tandan dalam satu tandan terdapat sekitar 1600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20 – 22 tandan pertahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12 – 14 tandan pertahun. Berat setiap tandan sekitar 25 -35 kg. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk dura dan pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul presentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28% (Pahan, 2007).

2.4.     Jenis Kelapa Sawit
Jenis kelapa sawit dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut : Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23 %, 3) Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23-25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2003).
            Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi 3 yakni :
a.       Dura,
b.      Pisifera, dan
c.       Tenera


2.5.     Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada suhu 270C dengan suhu maksimum 330C. Curah hujan rata-rata tahun yang ideal adalah 1250-3000 mm dengan distribusi yang merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan (bulan kering kurang dari 3 bulan). Kelembaban berkisar antara 50-90% dan optimal pada kadar 80% dengan ketinggian tempat kurang dari 400 m
di atas permukaan laut. Bentuk wilayah adalah datar sampai berombak dengan kemiringan lereng 0-8%.
Menurut Pahan (2009), lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan,  tanaman  kelapa  sawit  tidak  akan  ekonomis  untuk  diusahakan  secara komersial. Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor yaitu  lingkungan,  sifat  fisik  lahan  dan  sifat  kimia  tanah  atau  kesuburan  tanah. Tanah  yang  baik  digunakan  untuk  perkebunan  kelapa  sawit  adalah  Latosol, Podzolik,  Alluvial,  dan  Gambut. Untuk  memperoleh  hasil    maksimal  dalam budidaya  kelapa  sawit  perlu  memperhatikan  sifat  fisik  dan  kimia  tanah  diantaranya  struktur  tanah  dan  drainase  tanah  baik,  kedalaman  solum  tanah  lebih dari 80 cm, tekstur tanah ringan serta memiliki reaksi tanah (pH) 4.0 - 6.0. Jumlah  curah  hujan  dan  lamanya  penyinaran  matahari  memiliki  korelasi dengan fluktuasi produksi kelapa sawit. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit berkisar 2.000 – 2.500 mm per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah  penyinaran  rata-rata  sebaiknya  tidak  kurang  dari  6  jam  per  hari. Temperatur  optimum  untuk  tanaman  kelapa  sawit  antara  22  –  23oC.  Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Derajat keasaman (pH) tanah sangat terkait dengan ketersediaan hara yang diserap  oleh  akar.  Kelapa  sawit  dapat  tumbuh  pada  pH  4.0  –  6.0,  tetapi  pH optimumnya  berada  antara  5.0  –  5.6.  Tanah  ber-pH  rendah  dapat  ditingkatkan dengan  cara  pengapuran.  Tanah  tersebut  biasanya  dijumpai  pada  daerah  pasang surut terutama tanah gambut (Lubis, 1992).
Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit menurut Lubis (1992) adalah:
1.      Solum tebal 80 cm, baik untuk penyerapan hara tanaman.
2.      pH tanah yang baik adalah 5 - 5.5.
3.      Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang.
4.      Kandungan unsur hara tinggi.

2.6. Tanah Gambut
Tanah gambut terbentuk pada kondisi laju penimbunan bahan organik lebih besar daripada mineralisasinya. Laju penimbunan gambut dipengaruhi oleh paduan antar keadaan topografi dan curah hujan dengan curahan perolehan air yang lebih besar dari pada kehilangan.
Berdasarkan tingkat kesuburan, menurut Noor (2001) tanah gambut terdiri
atas beberapa golongan seperti berikut ini;
1.      Gambut eutrofik adalah jenis gambut yang banyak mengandung mineral terutama kalium karbonat termasuk gambut yang subur karena asal bahannya dari serat-seratan (bersifat alkalin/netral)
2.      Gambut oligotrofik adalah jenis gambut yang sedikit mengandung mineral. Jenis ini mengandung kalsium dan magnesium yang cukup tinggi (pH < 4, asam/sangat asam). Gambut oligotrofik miskin unsur hara kerena asal bahannya dari air hujan dan perombakan bahan organik setempat saja dengan ketebalan >2 m.
3.      Gambut mesotrofik adalah jenis gambut antara jenis gambut eutrofik dan oligotrofik.
Berdasarkan proses pembentukannya, gambut tergolong dalam gambut ombrogen dan gambut topogen. Gambut ombrogen adalah jenis gambut yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan saja. Gambut topogen adalah jenis gambut yang proses pembentukkannya dipengaruhi oleh topografi (cekungan) dan air tanah.
Berdasarkan tingkat kematangan gambut, digolongkan ke dalam gambut fibrik, hemik, dan saprik. Gambut fibrik adalah jenis gambut yang bahan tanah gambutnya masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam. Gambut hemik adalah jenis gambut yang bahan tanah gambutnya sudah mengalami perombakan dan masih bersifat separuh matang. Gambut saprik adalah jenis gambut yang bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang.
Berdasarkan ketebalan lapisan organik terdiri atas gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm, gambut tengah dengan ketebalan 100-200 cm, gambut dalam dengan ketebalan 200-300 cm dan gambut sangat dalam dengan ketebalan > 300 cm.
Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa Inggris antara lain disebut ‘’ Peat, Bog, atau Fen’’ istilah ini berkenan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa Kalimantan Selatan (Suku Banjar). Menurut  Andriese (1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan  gambut juga sering digunakan yaitu rawa gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai lahan basah.
Susunan kandungan senyawa organik dan hara mineral dari tanah gambut sangat beragam. Tergantung pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan dan perlakuan reklamasi.  Senyawa organik utama terdapat dalam gambut antara lain hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selain senyawa tersebut jugat terdapat senyawa tanin dan resin dalam jumlah kecil. Kadar senyawa polisakarida, hemiselulosa dan tanin  menurun relatif cepat jika gambut makin dalam sampai jeluk 40 cm dan selanjutnya menurun sangat kecil, kecuali hemiselulosa dari hutan alami. Selulosa meningkat secara perlahan jika gambut makin dalam kecuali hutan alami (Yonebayashi et al., 1997 dalam Noor, 2001).
Tanah gambut tropis mempunyai kandungan mineral yang rendah dengan kandungan bahan organik lebih dari 90%. Secara kimiawi gambut bereaksi masam (pH dibawah 4). Gambut dangkal memiliki pH lebih tinggi (4,0 – 5,1), gambut dalam (200 – 300 cm), gambut dangkal (50 – 100 cm), gambut tengahan (100– 200cm), gambut sangat dalam (> 300cm). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman kelapa sawit karena memiliki rasio C/N yang tinggi (Sastrosayono et al., 2001).
Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah gambut adalah pirit dan asam–asam organik. Setelah mengalami reklamasi maka pH tanah gambut menurun dibandingkan dengan sebelum reklamasi. Kadar N  pada tanah gambut relatif tinggi, sedangkan kadar P beragam. Namun sebagian N dan P dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisasi untuk dapat digunakan tanaman. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral,  tetapi nilai KTK perlu dikoreksi oleh faktor perbedaan dalam kerapatan lindak. KTK tanah gambut berdasarkan bobot antara 900 – 200 cmol (+) kg (berat)-1, tetapi berdasarkan volume tanah hanya berkisar 8- 60 cmol (+) kg (volume)-1 (Noor, 2001).

2.6.1  Pembentukan Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Noor,2001).

2.6.2  Klasifikasi Gambut
Menurut Radjagukguk, (1997), menyatakan bahwa gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, dan kesuburannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi :
a.       Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya  < 15%.
b.      Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
c.       Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas  >75% seratnya masih tersisa.
Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
a.       Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut
b.      Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang
c.       Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik
Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
a.       Gambut dangkal (50 – 100 cm), 
b.      Gambut sedang (100 – 200 cm), 
c.       Gambut dalam (200 – 300 cm), dan 
d.      Gambut sangat dalam (> 300 cm) 

2.7.     Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan  
            Pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pemeliharaan tanaman. Beberapa kegiatan yang harus dilakukan untuk mempermudah dalam membuat suatu  perencanaan pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yaitu sebagai  berikut: 
a.  Inventarisasi kegiatan pemeliharaan kelapa sawit 
            Tahap awal yang harus dilakukan untuk membuat perencanaan yaitu melakukan inventarisasi ruang lingkup kegiatan dan pemahaman proses pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Untuk mengetahui cakupan kegiatan pemeliharaan tanaman pada kelapa sawit belum menghasilkan maka terlebih dahulu kita ketahui pengertian TBM tersebut. Di atas telah dijelaskan bahwa yang dimaksud tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yaitu terhitung mulai bibit kelapa sawit ditanam di lahan/lapangan (0 tahun) sampai dengan tanaman mulai pertama berbunga (sekitar 3-4 tahun).
            Berdasarkan pengertian tanaman kelapa sawit belum menghasilkan
tersebut di atas, kemudian  dilakukan  inventarisasi  kegiatan  yaitu mencatat seluruh kegiatan apa saja yang dilakukan  terhadap kelapa sawit yaitu sejak bibit sawit selesai ditanam di lahan/lapangan sampai dengan tanaman mulai pertama kali berbunga.
  Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit, sejak bibit sawit selesai ditanam di lahan sampai  tanaman mulai pertama kali berbunga yaitu:

2.8.       Konsolidasi Atau Sensus Tanaman
Konsolidasi atau disebut juga sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi tanaman yang mati, tumbang, atau terserang hama atau penyakit. Selain itu dilakukan pula menegakkan tanaman yang tampak miring dan memadatkan tanah setelah selesai kegiatan penanaman. Anonim (2003) menjelaskan bahwa kerapatan tanaman kelapa sawit sesuai standar pohon yang sehat harus dicapai pada  bulan ke 12 setelah penanaman. Sensus pada TBM 1 dengan penyisipan menjadi prioritas utama. Sensus pada TBM 1 dilakukan pada umur 2, 6 dan 10 bulan setelah tanam. Tanaman yang tidak normal diberi tanda silang cat berwarna putih.  Sensus selanjutnya adalah sensus tanaman tidak produktif yaitu dilakukan pada saat dimulai kastrasi pada bulan ke 14 dan 18.       

2.9.       Penyisipan tanaman 
Kegiatan penyisipan tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati, hilang atau kemungkinan besar tanaman tidak akan berproduksi optimal. Kedua kegiatan sensus dan penyisipan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman-tanaman yang ada di lapangan adalah tanaman produktif.             Pelaksanaan penyisipan tanaman yaitu 3 – 6 bulan setelah tanam, sehingga dimungkinkan terjadinya keseragaman panen. Frekuensi waktu penyisipan tanaman dilakukan dengan ketentuan 2-4 rotasi per tahun selama 18 bulan sejak tanam. Cara penyisipan tanaman yaitu  tanaman yang mati  dicabut dan ditempatkan dalam gawangan. Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan diawali pembuatan titik tanam. Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur biasa, kecuali bibit yang digunakan bibit yang lebih besar (umur  ≥ 12 bulan) sehingga dimungkinkan dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada saat penyisipan tanaman, diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk  per lubang dari pada penanaman awal. Selanjutnya diperlakukan sama seperti pada tanaman lain di sekitarnya.
























III.      MATERI DAN METODE



3.1. Tempat Dan Waktu
            Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan selama satu bulan,  dimulai dari Tanggal 21 Januari sampai dengan Tanggal 21 Februari 2013. bertempat di PT. Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra Utara.

3.2. Alat Dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini meliputi:
 alat tulis, cangkul, bambu, parang, suunto, gergaji, meteran, cat, kompas, kawat seling diameter 2 - 3 mm, gps, anak rambung. Sedangkan bahan yang di gunakan yaitu pohon kelapa sawit.

3.3. Metode Praktek Kerja Lapang
            Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang adalah dengan mengikuti kegiatan bagaimana teknik pemeliharaan tanaman kelapa sawit dilahan gambut  PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra Utara, dan semua kegiatan yang diikuti kemudian dicatat sebagai hasil laporan Praktek Kerja Lapang (PKL).
            Semua kegiatan tersebut diikuti berdasarkan jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapang dan jika waktu pelaksanaan di lapangan terjadi perubahan jadwal kegiatan, maka kegiatan Praktek Kerja Lapang di sesuaikan dengan kondisi yang ada.

3.4. Pengambilan Data
             Pengambilan data Praktek Kerja Lapang ini di ambil melalui dua jenis yaitu :         Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan (Observasi) langsung di lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pimpinan atau karyawan yang berkerja PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra Utara. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui laporan-laporan instansi PT. Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra Utara.






























IV.         GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTEK LAPANG



4.1.      Letak Dan Keadaan Geografi
Secara geografis PT. Asam Jawa terletak di Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang beribukota di Kota Pinang berada pada 1°26’0’’ – 2°12’55” Lintang Utara, 99°40’0’’ – 100°26’00’’ Bujur Timur, dengan ketinggian  0-700 m di atas permukaan laut.
Batas wilayah PT. Asam Jawa adalah sebagai berikut:
a.       Sebelah Utara berbatasan dengan PT SMA Sidodadi, Desa Bunut, PT Melano dan Pengarungan
b.      Sebelah Selatan berbatasan dengan Simpang Kanan, Pengarungan, PT Melano dan Sulum
c.       Sebelah Timur berbatasan dengan PT SMA dan Kampung 7.
d.      Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumberdjo dan Desa Bunut.

4.2. Sejarah PT. Asam Jawa
PT. Asam Jawa merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) untuk menghasilkan minyak sawit (CPO), dan inti sawit (Kernel).  Alasan pemberian nama Asam Jawa pada perusahaan perkebunan PT. Asam Jawa adalah karena pada saat perumusan nama perusahaan tersebut, rapat diadakan di Desa Asam Jawa, Kecamatan Kota Pinang. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Medan, sedangkan areal perkebunan dan pabrik berlokasi di kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Pendirian perkebunan PT. Asam Jawa berdasarkan Akta Notaris B. AR. Poeloengan SH di Medan pada tanggal 16 Januari 1982. Dilengkapi dengan legalitas lainya dari Pemerintah Daerah sampai Pemerintah Pusat antara lain : HGU, BKPMD, Ijin Perkebuna dan PKS. Penenaman pertama kelapa sawit dilakukan pada tahun 1983.
Dasar pemikiran Direksi untuk membangun Perusahaan Perkebunan PT. Asam Jawa  adalah :
a.       Untuk turut berkontribusi terhadap pembangunan di Labuhan Batu Selatan
b.      Mengembangkan potensi otonomi daerah dan menyerap tenaga kerja khususnya di Daerah Labuhan Batu Selatan
c.       Membudidayakan lahan non produktif menjadi lahan produktif
Areal perkebuan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki luas lahan ± 7.967,4 ha, yang terbagi menjadi 11 Divisi. Divisi A : 927,76 ha, Divisi B : 981,1 ha, Divisi C : 947,03 ha, Divisi D : 962,92 ha, Divisi E : 1.048,68 ha, Divisi F : 603,40 ha, Divisi G : 1.033,42 ha, Divisi H : 1.005,62 ha, Divisi L Payung : 237,02 ha, Divisi Pirpang : 39,49 ha dan Divisi PSD : 181,96 ha. Perkebunan kelapa sawit PT. Asam Jawa memiliki Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan juga Tanaman Mengehasilkan (TM).

a

c

d

b
 















Gambar 4.1. (a) Kantor PT. Asam Jawa, (b) Pabrik, (c) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM),
(d) Tanaman Mengehasilkan (TM)



4.3.  Visi dan Misi PT Asam Jawa
a.    Visi
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
b.          Misi
Memajukan kesejahteraan umum.

4.4. Fasilitas Kebun
Fasilitas dan sarana akomodasi yang disediakan oleh PT Asam Jawa secara langsung atau tidak langsung turut mendukung dan mempercepat terjadinya kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam perkebunan. Beberapa sarana yang disediakan adalah perumahan, poliklinik, listrik, alat transportasi sekolah/truk, bengkel dan gudang dan lain-lain.
Perumahan, poliklinik disediakan untuk seluruh karyawan PT Asam Jawa. Sedangkan untuk tenaga kerja borongan biasanya mengikut pada tenaga kerja staf dan SKU (masih memiliki hubungan keluarga). Bengkel digunakan untuk sarana dalam pelaksanaan kegiatan produksi, seperti penyediaan truk, jonder, dan alat-alat bengkel yang digunakan untuk perbaikan sarana transportasi yang rusak. Sedangkan gudang digunakan untuk penyimpanan sementara sarana-sarana produksi seperti pupuk, pestisida, beras, dan sarana penunjang lainnya.












V.    HASIL DANPEMBAHASAN



5.1.      Pemeliharaan Kelapa Sawit
Pemeliharaan tanaman merupakan suatu usaha untuk meningkatkan atau menjaga kesuburan tanah dalam lingkungan pertumbuhan tanaman guna mendapatkan tanaman yang sehat dan berproduksi sesuai yang diharapkan. Fase pemeliharaan tanaman tahunan digolongkan menjadi pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). Pada fase TBM, pemeliharaan kelapa diarahkan bagi pertumbuhan tanaman yang normal serta secepat mungkin memasuki fase TM. Pada fase TM, pemeliharaan kelapa diarahkan bagi pencapaian proktivitas yang optimal sesuai dengan potensi produksinya dan diusahakan agar memiliki umur ekonomi yang panjang.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilakukan di PT. Asam Jawa Divisi H dengan judul teknik pemeliharaan kelapa sawit pada lahan gambut yang terkosentrasi ke Konsolidasi dan penyisipan pada kelapa sawit yang dilakukan untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).
Perkebunan kelapa sawit di Divisi H terbagi untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM), luas lahan perkebunan di Divisi G yaitu 1.005,62 ha yang mana luas untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) berjumlah  19,20  ha dengan jumlah populasi tanaman 143 per ha sedangkan luas untuk Tanaman Menghasilkan (TM) berjumlah 908,39 ha dengan jumlah populasi tanaman 136 per ha sedangkan luas untuk replanting berjumlah 78,03 ha yang terdiri dari 60 blok.

A

B
 






Gambar 5.1. (a) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), (b) Tanaman Menghasilkan (TM)

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) merupakan tanaman kelapa sawit yang masih dalam tahap pemeliharaan awal sebelum dapat dipanen secara komersial atau periode tanaman dimulai dari penanaman sampai dengan mulai menghasilkan. Tanaman Menghasilkan (TM) merupakan tanaman kelapa sawit yang sudah melewati masa pemeliharaan awal dimana telah dapat dipanen sesuai dengan siklus hidupnya.
Pemeliharaan yang biasa dilakukan di Divisi H diantanya adalah: pengendalian gulma, penyisipan, pemeliharan LCC, pemupukan, penunasan, rawat jalan, rawat drainase, pengendalian hama dan penyakit tanaman dll.
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) merupakan tanaman kelapa sawit yang masih dalam tahap pemeliharaan awal sebelum dapat dipanen secara komersial atau periode tanaman dimulai dari penanaman sampai dengan mulai menghasilkan. Tanaman Menghasilkan (TM) merupakan tanaman kelapa sawit yang sudah melewati masa pemeliharaan awal dimana telah dapat dipanen sesuai dengan siklus hidupnya.
Tujuan utama pemeliharaan TBM kelapa sawit adalah untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal agar dapat memberikan produktivitas maksimal pada masa TM. Ada 7 jenis pekerjaan yang dianggap urgent dalam pemeliharaan TBM, dimana antar pekerjaan yang satu dengan yang lainnya harus dikerjakan sama baiknya. Banyak keuntungan yang diperoleh bila pemeliharaan TBM dilakukan sesuai standar yaitu :
a.       Pertumbuhan yang seragam dalam kondisi ang sehat dan jumlah tegakan yang penuh karena penyisipan dilakukan sedini mungkin, pemupukan dilakukan dengan prinsip 4 tepat, piringan terkendali, gulmanya dan hamaterkendali serangannya.
b.      Memperkecil biaya pemeliharaan gawangan pada saat TM karena pertumbuhan gulma sudah tertekan kacangan dan pada saat kacangan mati, kanopi sudah menutup gawangan.
c.       Kondisi tanaman yang sehat akan memberikan produktivitas maksimal dalam jangka panjang.


5.2.     Tanah Gambut
Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang terbentuk pada kondisi anaerob (drainase buruk) di rawa pasang surut atau lebak dan mengandung bahan organik (> 50%) dari hasil akumulasi sisa tanaman. Lahan gambut memberikan beberapa pelayanan (services) ekologi, ekonomi dan sosial yang potensial untuk dikembangkan sebagai sistem pendukung kehidupan (life supporting system) (Noor, 2001).
Lahan perkebunan kelapa sawit Divisi H merupakan jenis lahan gambut, dengan luas lahan gambut yaitu 1005,62 ha, yang mana luas gambut untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) berjumlah 97,23 ha sedangkan luas gambut untuk Tanaman Menghasilkan (TM) berjumlah 908,39 ha.
Berdasarkan dari pengamatan dan melalui wawancara langsung, tingkat kesuburan dan  kedalaman lahan gambut  di Divisi G tergolong gambut eutrofik yang merupakan gambut yang subur kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya sedangkan untuk kedalamannya tergolong gambut dangkal (50 – 100 cm).
Berdasarkan tingkat kematangan dari tanah gambut di Divisi H, merupakan jenis tanah gambut hemik dan saprik. Gambut saprik (matang) merupakan  gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya  < 15%.  Sedangkan gambut hemik (setengah matang) merupakan gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.

5.3.     Konsolidasi Atau Sensus Tanaman
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang di lakukan di PT Asam Jawa Divisi H, Konsolidasi atau disebut juga sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi tanaman yang mati, tumbang, atau terserang hama atau penyakit. Selain itu dilakukan pula menegakkan tanaman yang tampak miring dan memadatkan tanah setelah selesai kegiatan penanaman.
            Kegiatan konsolidasi atau sensus tanaman di lakukan pada saat tanaman berumur 2, 6, dan 10 bulan, supaya tanaman yang telah di tanam dapat di ketahui berapa banyak tanaman yang mati atau terkena serangan hama dan penyakit.
1.        Penomoran Pohon
Penomoran pohon dilakukan bersama dengan sensus atau konsolidasi pada pohon – pohon yang berada dipinggir jalan diberi nomor baris penomoran ditulis pada batang atau pelepah untuk tanaman tua. Nomor barisan biasanya ditulis kelang 5 (1, 6, 11, 16, dan seterusnya). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penomoran pohon adalah sbb:
a.       Jika arah baris tanaman Utara – Seatan, maka penomoran baris tanaman dimulai dari Timur ke Barat, penomoran pohon dalam setiap barisan dimulai dari Utara ke Selatan.
b.      Jika arah baris tanaman Timur – Barat, maka penomoran baris tanaman dimulai dari arah Utara – Selatan, penomoran pohon dalam setiap barisan di mulai dari Timur – Barat.
2.        Penomoran Blok
Blok adalah satuan manajemen yang terkecil di kebun. Penomoran blok dibuat berdasarkan tahun tanam.
Karena itu, untuk kegiatan kastrasi bunga betina yang ada di pohon non produktif ( sensus ke 1 s.d sensus ke 4) tidak dibuang. Berikutnya adalah sensus tanam produksi rendah yaitu dilakukan 4 kali pada umur 14, 17, 20, dan 23 bulan setelah tanam dengan cara:
a.       Sensus pertama pada umur 14 bulan (Ss 1) yaitu dilakukan pada pohon yang berbunga betina  ≤ 4 diberi tanda dot pada pelepah ketiga dengan cat warna putih
b.      Sensus kedua pada umur 17 bulan (Ss 2) yaitu pohon hasil Ss 1dilihat kembali, dan apabila jumlah bunga betina  ≤ 3 maka diberi tanda dot pada pelepah yang sama sehingga jumlah dotnya ada  dua.
c.       Sensus ketiga pada umur 20 bulan (Ss 3) yaitu pohon hasil Ss 2 dilihat kembali, dan apabila jumlah bunga betina  ≤ 3 maka diberi tanda dot lagi sehingga jumlah dotnya ada tiga.
d.      Sensus keempat pada umur 23 bulan (Ss 4) yaitu pohon hasil Ss 3 dilihat kembali, dan apabila jumlah bunga betina ≤ 3 maka diberi tanda dot lagi sehingga jumlah dotnya ada empat.
            Pohon-pohon hasil sensus keempat dengan tanda dot 4 dianggap tanaman kelapa sawit tidak produktif dan harus dilakukan pembongkaran serta penyisipan pada 3 bulan berikutnya (tanaman berumur 26 bulan).

5.4.     Penyisipan
Kegiatan penyisipan tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati, hilang atau kemungkinan besar tanaman tidak akan berproduksi optimal. Kedua kegiatan sensus dan penyisipan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman-tanaman yang ada di lapangan adalah tanaman produktif.
Pelaksanaan penyisipan tanaman yaitu 3 – 6 bulan setelah tanam, sehingga dimungkinkan terjadinya keseragaman panen. Frekuensi waktu penyisipan tanaman dilakukan dengan ketentuan 2 -  4 rotasi per tahun selama 18 bulan sejak tanam. Cara penyisipan tanaman yaitu tanaman yang mati dicabut dan ditempatkan dalam gawangan. Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan diawali pembuatan titik tanam. Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur biasa, kecuali bibit yang digunakan bibit yang lebih besar (umur ≥ 12 bulan) sehingga dimungkinkan dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada saat penyisipan tanaman, diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk per lubang dari pada penanaman awal. Selanjutnya diperlakukan sama seperti pada tanaman lain di sekitarnya
Pada di divisi H PT Asam Jawa penyisipan di lakukan karena tanaman di sebabkan oleh serangan hama, kebanjiran, dan kebakaran. Karena tanaman banyak yg mati di sebabkan oleh banjir dan kebakaran, maka penyisipan yg di lakukan terlalu banyak sehingga melakukan pemancangan ulang. Dimana pemancangan dilakukan adalah untuk memudahkan penanaman dan meluruskan setiap barisan antar tanaman dari sisi manapun, sistem yang digunakan adalah sistem tanam segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 m x 9 m x 9m dengan jarak antar baris 7,8 m yang populasinya/ha didapat 143 pokok.
Rumus mencar populasi = 
                                                  = 
                                                  = 143 pokok       
            Alat – alat yang digunakan dalam pemancangan yaitu : suunto, bambu, parang, gergaji, meteran, cat, kompas, theodolite, teropong, gps, anak rambung, kawat seling diameter 2 – 3 mm. Didalam pemancangan tanaman kelapa sawit dibutuhkan tim yang mana dalam satu tim terdiri dari 5 orang dimana:
1.      2 orang pembawa kawat seling,
2.      1 orang pembawa teropong (suunto),
3.      1 orang membuat pancang,
4.      1 orang pembawa pancang
Pemancangan dimaksudkan untuk memberi tanda – tanda guna pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak tanam yang telah direncanakan. Selain itu, pemancangan juga digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan jalan, parit, teras/tapak kuda, dan penanaman kacang – kacangan penutup tanah.
            Perinsip pelaksanaan teknis (bibit dan tanam) penyisipan sama dengan pekerjaan penanaman. Namun, perencanaan, persiapan, dan penguasaan teknisnya perlu lebih teliti karena pekerjaan ini mempunyai resiko kegagalan yang fatal. Sisipan sebenarnya merupakan investasi ulang akibat kegagalan pekerjaan awal penanaman (rework). Oleh karena itu, penyisipan yang dilaksanakan harus menjamin kelangsungan hidup tanaman sampai dengan berproduksi. Bibit yang ditanam untuk tanaman yang masih baru sebaiknya mnggunakan bibit yang seumur dengan tanaman yang disisip. Pokok sisipan ditanam pada bekas tanaman yang sudah dibongkar supaya barisan tanaman tetap lurus

A

B
 






Gambar 5.2.    (a). Proses penurunan dari transportasi.
                (b). Proses pelangsiran bibit ke lubang tanam
VI.    PENUTUP



6.1. Kesimpulan
          Pemeliharaan tanaman merupakan suatu usaha untuk meningkatkan atau menjaga kesuburan tanah dalam lingkungan pertumbuhan tanaman guna mendapatkan tanaman yang sehat dan berproduksi sesuai yang diharapkan. Berdasarkan dari pengamatan dan melalui wawancara langsung, tingkat kesuburan dan kedalaman lahan gambut di Divisi H tergolong gambut eutrofik sedangkan untuk kedalamannya tergolong gambut dangkal (50 – 100 cm). Berdasarkan tingkat kematangan dari tanah gambut merupakan jenis tanah gambut hemik (setengah matang) dan saprik (matang).
                        Penyisipan yang di lakukan di divisi H PT Asam Jawa merupakan suatu pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit supaya semua titik tanam hidup dan menghasilkan produksi per hektar yang maksimal serta menekan pertumbuhan lalang dan gulma lainnya.

6.2. Saran
Berdasarakan hasil Praktek Kerja Lapang yang dilakukan maka disarankan dalam Penyisipan pada kelapa sawit harus dilakukan penggunaan pupuk dasar dan pupuk posfat, dengan pemberian pupuk posfat pada dasar dan dinding lubang tanam dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan akar.










DAFTAR PUSTAKA



Abidin, Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 6 Nomor 1. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang

Andriesse, J.P., 1992. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Land and Water Development.

Fauzi, Y., et al., 2008, Kelapa sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
­
Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pemantang Siantar.

Maksi, 2008. Deskripsi Kelapa Sawit Varietas Sriwijaya. PT. Bina Sawit. Penebar Swadaya. Palembang.

Noor,  M.  2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta

Pahan, 2008. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit. PT Indopalma Wahana
            Hutama. Jakarta.

Radjagukguk, B., 1997. Prospek Pengelolaan Tanah-Tanah Gambut Untuk Perluasan Lahan Pertanian. Seminar Nasional Tanah-Tanah Bermasalah Di Indonesia Kmit Fakultas Pertanian Uns Surakarta 15 Oktober 1990. Surakarta.

Sastrosayono, Selardi, 2003. Budidaya Kelapa Sawit . Penerbit PT Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan

Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal.

Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hal.
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Waryanto, 2011. hama kelapa sawit. http://Hama Kelapa Sawit.htm. Diakses 28 Februari 2013.