LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
TEKNIK
KONSOLIDASI DAN PENYISIPAN PADA TANAMAN
KELAPA SAWIT (Eleais guineensis Jacq.)
DI LAHAN GAMBUT PT ASAM JAWA
PROVINSI SUMATERA UTARA.
Oleh :
Rahmad Gagah
Pribadi
11082100306
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Komoditas kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) merupakan
salah satu tanaman penting dan sangat mendukung tingkat perekonomian bangsa
karena memiliki aspek yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, baik untuk
kebutuhan pangan maupun non pangan.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis
gineensis jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili
palmae. Tanaman ini berasal dari dataran Afrika dan mulai dikenal di Indonesia
sejak tahun 1848. Tanaman kelapa sawit sebagai tanaman industry mulai
diusahakan secara komersil di Indonesia sejak 1991. Berdasarkan hasil
penelitian kondisi iklim dan kaadaan tanah wilayah Sumatera Utara dianggap
cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit sehingga pihak Belanda, Inggris,
dan Belgia mulai untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit.
Kenyataan lain yang perlu dasadari adalah keterbatasan mahasiswa
pertanian dalam mengembangkan potensi dalam hal pemeliharaan kelapa sawit.
Sehingga perlu adanya suatu tindakan yang kongkrit untuk menggali lebih dalam
tentang pemeliharaan kelapa sawit di lapangan. Kegiatan tersebut akan dapat
tersalurkan melalui PKL (Praktek Kerja Lapangan) sehingga dapat mengetahui
masalah dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi problema tersebut dalam hal
pemeliharaan kelapa sawit.
Kesempatan untuk memperoleh suatu pekerjaan selain ditentukan oleh
pengetahuan berupa teori yang diberikan di bangku perkuliahan, juga harus
didukung oleh banyaknya pengalaman di lapangan. Perkuliahan yang dilaksanakan
hanyalah merupakan rangkaian kegiatan proses belajar yang berupa materi –
materi, keterangan dan penjelasan tanpa adanya pengalaman langsung tentang apa
dan bagaimana sesungguhnya kegiatan yang berlangsung di lapangan. Oleh karena
itu diperlukan adanya PKL yang bertujuan untuk menambah pengetahuan,
pengalaaman, dan gambaran kepada mahasiswa tentang bagaimana sesungguhnya
realita duni kerja yang akan dimasuki setelah lulus sarjana. Dengan adanya PKL
ini diharapkan nantinya para lulusan sarjana dapat menciptakan usahanya sendiri
dan tidak sekedar melamar atau mencari pekerjaan.
Gambut terbentuk dari
seresah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan
bahan organik lebih tinggi daripada laju dekomposisinya. Di dataran rendah dan
daerah pantai, mula-mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang
dipertahankan oleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan
seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan gambut
ombrogen yang berbentuk kubah (dome) . Gambut ombrogen di Indonesia terbentuk
dari seresah vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga
status keharaannya rendah dan mempunyai kandungan kayu yang tinggi
(Radjagukguk, 1990).
Pemanfaatan gambut dan
lahan gambut untuk pertanian dan usaha-usaha yang berkaitan dengan pertanian
berkembang cukup pesat. Salah satunya tanaman tahunan dapat dibudidayakan pada
lahan gambut yaitu tanaman kelapa sawit. Pengembangan pertanian pada lahan
gambut menghadapi banyak kendala yang berkaitan dengan sifat tanah gambut. Menurut
Noor (1979) dalam Mawardi et al, (2001), secara umum sifat kimia tanah gambut
didominasi oleh asam-asam organik yang merupakan suatu hasil akumulasi
sisa-sisa tanaman. Asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi
tersebut merupakan bahan yang bersifat toksid bagi tanaman, sehingga mengganggu
proses metabolisme tanaman yang akan berakibat langsung terhadap
produktifitasnya. Sementara itu secara fisik tanah gambut bersifat lebih
berpori dibandingkan tanah mineral sehingga hal ini akan mengakibatkan cepatnya
pergerakan air pada gambut yang belum terdekomposisi dengan sempurna sehingga
jumlah air yang tersedia bagi tanaman sangat terbatas.
Selain itu perusahaan
perkebunan juga harus tetap melakukan perbaikan dan peningkatan serta
pengembangan secara terus menerus agar perusahaan dapat menghasilkan produksi
yang maksimal. Salah satu cara adalah dengan melakukan evaluasi sistem budidaya
yang berpengaruh langsung terhadap hasil produksi, selanjutnya dilakukan upaya
perbaikan dari sistem budidya tersebut yang dapat meningkatkan produsi kembali.
1.2.
TUJUAN
Tujuan dari prektek
kerja lapang adalah :
1. Meningkatkan
pengetahuan serta pengalaman mahasiswa secara langsung dalam teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan Kota
Pinang, Provinsi Sumatra Utara.
2. Mempelajari
dan mengikuti kegiatan di lapangan tentang teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut
PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan Kota Pinang, Provinsi Sumatra Utara
yang terkosentrasi
dengan konsolidasi dan penyisipan.
1.3.
MANFAAT
Manfaat dari praktek
kerja lapang adalah :
1. Mengetahui teknik perawatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut yang benar.
2. Memperoleh
pengalaman kerja di lapangan sehingga bermanfaat bagi mahasiswa sebagai batu
loncatan ketika terjun kedunia kerja.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sejarah
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg.) merupakan salah
satu tanaman perkebunana di indonesia yang mempunyai masa depan cukup cerah.
Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria, Afrika Barat, tetapi adapula yng
mengatakan tanaman ini berasal dari Brazil, Amerika Selatan (Setyamidjaja,2006).
Sedangkan menurut Sunarko (2007) Tanaman kelapa sawit pertama kali
diperkenaLkan di indonesia pada tahun 1848 di Sumatra Utara dan dan Nanggroe
Aceh Darussalam oleh pemerintah kolonia Belanda dan mulai diusahakan pada tahun
1911, perintis kebun kelapa sawit di indonesia adalah Adrian Hallet seorang
warga Negara Belgia.
Pada waktu Belanda meninggalkan
Indonesia, Jepan mengambil ahli perkebunan kelapa sawit, tetapi pada saat Jepan
mengambil ahli, perkebunan kelapa sawit mengalami kemunduran Secara keseluruhan
produksi kelapa sawit terhenti total, lahan perkebunan mengalami penyusutan
sebesar 16% dari total luas lahan yang ada, sehingga produksi minyak sawit
indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948, sedangkan pada tahun 1940,
produksi minyak kelapa sawit sebanyak 250.000 ton. Setelah jepang meninggalkan
indonesia, pemerintah mengambil ahli perkebunan kelapa sawit. Pemerintah terus
mendorong pembukaan lahan baru untuk tanaman kelapa sawit. Sampai tahun 1980
luas lahan mencapai 294.560 ha, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) mencapai 721.127 Ton (Fauzi, 2002).
2.2.
Klasifikasi
Tanaman Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2009),
Kelapa sawit
diklasifikasikan sebagai berikut : Regnum: Plantae, Diviso : Embryophyta Siphonagama, Classis : Angiospermae, Ordo :
Monocotyledonae, Familia : Areacaceae, Subfamilia : Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : 1. Elaeis guineensis jacq.,2. Elaeis oleifera, 3. Elaeis odora.
2.3.
Botani
Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :
Monocotyledone
Famili : Areraceae
Sub famili : Cocosoideae
Genus :
Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Menurut Setyamidjaja (2006) tanaman kelapa sawit
termasuk tanaman monokotil sehingga kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang
dan akar cabang. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer yang
keluar dari bagian bawah batang (bulb) tumbuh secara vertikal atau mendatar.
Akar sekunder yang tumbuh dari akar primer secara mendatar ataupun ke bawah dan
akar tersier serta kuarter tumbuh di permukaan sehingga paling aktif mengambil
hara dan air dalam tanah.
2.7.1
Akar
Tanaman
kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar
sekunder, tertier dan kuartener. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah
kebawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh
mengarah kesamping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Jika dirawat dengan
baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap penyakit
pangkal batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai
kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan
absorpsi tanaman dalam mengambil unsur hara oleh tanaman melalui akar (Maksi,
2008).
Kelapa sawit merupakan
tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari family Araceae ini memiliki
akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang kebawah selama enam
bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang,
akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan horizontal didalam tanah.
Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder
berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar
serabut kelapa sawit tumbuh diseluruh pangkal batang hingga 50 cm diatas
permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier,
hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).
2.3.2. Batang
Batang kelapa sawit
berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20-75 cm. Tinggi batang bertambah
sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan
tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Kelapa sawit memiliki
batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling),
terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia.
Titik tumbuh terletak dipucuk batang dan terbenam didalam tajuk daun. Bentuknya
seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal-pangkal pelepah yang
masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak
berwarna hitam beruas (Setyamidjaja, 2006).
2.3.3. Daun
Kelapa sawit memiliki
daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Dibagian pangkal pelepah daun
terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras kedua sisinya. Anak-anak
daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Ujung pelepah daun sering tumbuh
menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya,
ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada
di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman
sehingga perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2007).
2.3.4.
Bunga
Tanaman kelapa sawit
merupakan tanaman berumah satu. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada
pada satu pohon (Monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan
berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Sehingga pada
umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang. Bunga jantan
memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar
dan mekar (Abidin, 2008).
Kelapa sawit yang
berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina.
Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga
jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Kelapa
sawit mengadakan penyerbukan bersilang (Croos pollination). Artinya,
bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon lainnya
dengan perantara angin dan serangga penyerbuk. Perbandingan bunga betina dan
bungan jantan sangat dipengaruhi pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk
dan kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar. Produktivitas
tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup
seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan pada analisis tanah, air, dan daun sesuai
dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen.
Artinya, calon bunga (Primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum
panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga tahun sebelumnya,
sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko, 2007).
2.3.5. Buah
Tanaman sawit dengan
tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang
menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai
tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervareasi dari hitam,unggu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari setiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang , kandungan asam
lemak bebas (FFA,free faty acid) akan
meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Pahan, 2007).
Buah terkumpul didalam
tandan dalam satu tandan terdapat sekitar 1600 buah. Tanaman normal akan
menghasilkan 20 – 22 tandan pertahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua
sekitar 12 – 14 tandan pertahun. Berat setiap tandan sekitar 25 -35 kg. Dura
merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap
memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan
kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki
cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
Tenera adalah persilangan antara induk dura dan pisifera. Jenis ini dianggap
bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat
cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul
presentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak
pertandannya dapat mencapai 28% (Pahan, 2007).
2.4. Jenis Kelapa Sawit
Jenis kelapa sawit dan
daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak
15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal,
dan rendemen minyak 21-23 %, 3) Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis,
daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23-25%, tandan buah
hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan
sedikit (Sastrosayono, 2003).
Kelapa
sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit
dibagi menjadi 3 yakni :
a. Dura,
b. Pisifera,
dan
c. Tenera
2.5.
Syarat
Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada suhu 270C
dengan suhu maksimum 330C. Curah hujan rata-rata tahun yang ideal adalah
1250-3000 mm dengan distribusi yang merata sepanjang tahun tanpa bulan kering
yang berkepanjangan (bulan kering kurang dari 3 bulan). Kelembaban berkisar
antara 50-90% dan optimal pada kadar 80% dengan ketinggian tempat kurang dari
400 m
di
atas permukaan laut. Bentuk wilayah adalah datar sampai berombak dengan kemiringan
lereng 0-8%.
Menurut Pahan (2009),
lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan, tanaman
kelapa sawit tidak
akan ekonomis untuk
diusahakan secara komersial.
Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor yaitu lingkungan,
sifat fisik lahan
dan sifat kimia
tanah atau kesuburan
tanah. Tanah yang baik
digunakan untuk perkebunan
kelapa sawit adalah
Latosol, Podzolik, Alluvial, dan
Gambut. Untuk memperoleh hasil
maksimal dalam budidaya kelapa
sawit perlu memperhatikan
sifat fisik dan
kimia tanah diantaranya
struktur tanah dan
drainase tanah baik,
kedalaman solum tanah
lebih dari 80 cm, tekstur tanah ringan serta memiliki reaksi tanah (pH)
4.0 - 6.0. Jumlah curah hujan
dan lamanya penyinaran
matahari memiliki korelasi dengan fluktuasi produksi kelapa
sawit. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit berkisar 2.000 – 2.500 mm
per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah penyinaran
rata-rata sebaiknya tidak
kurang dari 6
jam per hari. Temperatur optimum
untuk tanaman kelapa
sawit antara 22
– 23oC. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh
karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan
dengan tanaman lainnya.
Derajat keasaman (pH)
tanah sangat terkait dengan ketersediaan hara yang diserap oleh
akar. Kelapa sawit
dapat tumbuh pada
pH 4.0 –
6.0, tetapi pH optimumnya
berada antara 5.0
– 5.6. Tanah
ber-pH rendah dapat
ditingkatkan dengan cara pengapuran.
Tanah tersebut biasanya
dijumpai pada daerah
pasang surut terutama tanah gambut (Lubis, 1992).
Sifat fisik tanah yang baik untuk kelapa sawit
menurut Lubis (1992) adalah:
1. Solum
tebal 80 cm, baik untuk penyerapan hara tanaman.
2. pH
tanah yang baik adalah 5 - 5.5.
3. Perkembangan
struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang.
4. Kandungan
unsur hara tinggi.
2.6.
Tanah Gambut
Tanah gambut terbentuk pada kondisi laju penimbunan
bahan organik lebih besar daripada mineralisasinya. Laju penimbunan gambut dipengaruhi
oleh paduan antar keadaan topografi dan curah hujan dengan curahan perolehan
air yang lebih besar dari pada kehilangan.
Berdasarkan tingkat kesuburan, menurut Noor (2001)
tanah gambut terdiri
atas
beberapa golongan seperti berikut ini;
1. Gambut
eutrofik adalah jenis gambut yang banyak mengandung mineral terutama kalium
karbonat termasuk gambut yang subur karena asal bahannya dari serat-seratan
(bersifat alkalin/netral)
2. Gambut
oligotrofik adalah jenis gambut yang sedikit mengandung mineral. Jenis ini
mengandung kalsium dan magnesium yang cukup tinggi (pH < 4, asam/sangat
asam). Gambut oligotrofik miskin unsur hara kerena asal bahannya dari air hujan
dan perombakan bahan organik setempat saja dengan ketebalan >2 m.
3. Gambut
mesotrofik adalah jenis gambut antara jenis gambut eutrofik dan oligotrofik.
Berdasarkan
proses pembentukannya, gambut tergolong dalam gambut ombrogen dan gambut
topogen. Gambut ombrogen adalah jenis gambut yang proses pembentukannya
dipengaruhi oleh curah hujan saja. Gambut topogen adalah jenis gambut yang
proses pembentukkannya dipengaruhi oleh topografi (cekungan) dan air tanah.
Berdasarkan
tingkat kematangan gambut, digolongkan ke dalam gambut fibrik, hemik, dan
saprik. Gambut fibrik adalah jenis gambut yang bahan tanah gambutnya masih
tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan bahan-bahan jaringan
tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan
ukuran beragam. Gambut hemik adalah jenis gambut yang bahan tanah gambutnya
sudah mengalami perombakan dan masih bersifat separuh matang. Gambut saprik
adalah jenis gambut yang bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan
sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang.
Berdasarkan
ketebalan lapisan organik terdiri atas gambut dangkal adalah lahan gambut yang
mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm, gambut tengah
dengan ketebalan 100-200 cm, gambut dalam dengan ketebalan 200-300 cm dan
gambut sangat dalam dengan ketebalan > 300 cm.
Gambut mempunyai banyak
istilah padanan dalam bahasa Inggris antara lain disebut ‘’ Peat, Bog, atau
Fen’’ istilah ini berkenan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu
tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa
Kalimantan Selatan (Suku Banjar). Menurut
Andriese (1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak
berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakan yaitu rawa
gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai lahan basah.
Susunan kandungan
senyawa organik dan hara mineral dari tanah gambut sangat beragam. Tergantung
pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan dan perlakuan
reklamasi. Senyawa organik utama
terdapat dalam gambut antara lain hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selain
senyawa tersebut jugat terdapat senyawa tanin dan resin dalam jumlah kecil.
Kadar senyawa polisakarida, hemiselulosa dan tanin menurun relatif cepat jika gambut makin dalam
sampai jeluk 40 cm dan selanjutnya menurun sangat kecil, kecuali hemiselulosa
dari hutan alami. Selulosa meningkat secara perlahan jika gambut makin dalam
kecuali hutan alami (Yonebayashi et al.,
1997 dalam Noor, 2001).
Tanah gambut tropis
mempunyai kandungan mineral yang rendah dengan kandungan bahan organik lebih
dari 90%. Secara kimiawi gambut bereaksi masam (pH dibawah 4). Gambut dangkal
memiliki pH lebih tinggi (4,0 – 5,1), gambut dalam (200 – 300 cm), gambut
dangkal (50 – 100 cm), gambut tengahan (100– 200cm), gambut sangat dalam (>
300cm). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman kelapa
sawit karena memiliki rasio C/N yang tinggi (Sastrosayono et
al.,
2001).
Sumber keasaman atau
yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah gambut adalah pirit dan asam–asam
organik. Setelah mengalami reklamasi maka pH tanah gambut menurun dibandingkan
dengan sebelum reklamasi. Kadar N pada
tanah gambut relatif tinggi, sedangkan kadar P beragam. Namun sebagian N dan P
dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisasi untuk dapat
digunakan tanaman. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah gambut lebih besar
dibandingkan dengan tanah mineral,
tetapi nilai KTK perlu dikoreksi oleh faktor perbedaan dalam kerapatan
lindak. KTK tanah gambut berdasarkan bobot antara 900 – 200 cmol (+) kg
(berat)-1, tetapi berdasarkan volume tanah hanya berkisar 8- 60 cmol (+) kg
(volume)-1 (Noor, 2001).
2.6.1 Pembentukan Gambut
Gambut terbentuk dari
timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.
Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi
anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat
perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik
yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi,
berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan
proses pedogenik (Noor,2001).
2.6.2 Klasifikasi Gambut
Menurut Radjagukguk, (1997), menyatakan bahwa
gambut
diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat
kematangan, kedalaman, dan kesuburannya. Berdasarkan tingkat kematangannya,
gambut dibedakan menjadi :
a.
Gambut saprik (matang) adalah gambut
yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua
sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
b.
Gambut hemik (setengah matang) adalah
gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma
coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
c.
Gambut fibrik (mentah) adalah gambut
yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan
bila diremas >75% seratnya masih
tersisa.
Berdasarkan tingkat
kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
a. Gambut
eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa
serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang
tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut
b. Gambut
mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan
basa-basa sedang
c. Gambut
oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa.
Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai
biasanya tergolong gambut oligotrofik
Berdasarkan
kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
a. Gambut
dangkal (50 – 100 cm),
b. Gambut
sedang (100 – 200 cm),
c. Gambut
dalam (200 – 300 cm), dan
d. Gambut
sangat dalam (> 300 cm)
2.7.
Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit Belum
Menghasilkan
Pemeliharaan merupakan
tahapan awal yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pemeliharaan tanaman.
Beberapa kegiatan yang harus dilakukan untuk mempermudah dalam membuat suatu perencanaan
pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum
menghasilkan
yaitu sebagai berikut:
a.
Inventarisasi kegiatan pemeliharaan kelapa sawit
Tahap awal yang harus
dilakukan untuk membuat perencanaan yaitu melakukan inventarisasi ruang lingkup
kegiatan dan pemahaman proses
pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Untuk mengetahui cakupan
kegiatan pemeliharaan tanaman pada kelapa sawit belum menghasilkan maka
terlebih dahulu kita ketahui pengertian TBM tersebut. Di atas telah dijelaskan bahwa yang
dimaksud tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yaitu terhitung mulai bibit
kelapa sawit ditanam di lahan/lapangan (0 tahun) sampai dengan tanaman mulai
pertama berbunga (sekitar 3-4 tahun).
Berdasarkan pengertian
tanaman kelapa sawit belum menghasilkan
tersebut di atas, kemudian dilakukan
inventarisasi kegiatan yaitu
mencatat
seluruh kegiatan apa saja yang dilakukan
terhadap kelapa sawit yaitu sejak bibit sawit selesai ditanam di
lahan/lapangan sampai dengan tanaman mulai pertama kali berbunga.
Kegiatan
pemeliharaan tanaman kelapa sawit, sejak bibit sawit selesai ditanam di lahan sampai tanaman mulai pertama kali berbunga yaitu:
2.8.
Konsolidasi
Atau Sensus Tanaman
Konsolidasi
atau disebut juga sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi
tanaman yang mati, tumbang, atau terserang hama atau penyakit. Selain itu
dilakukan pula menegakkan
tanaman yang tampak miring dan memadatkan tanah setelah selesai kegiatan
penanaman. Anonim (2003) menjelaskan bahwa kerapatan tanaman kelapa sawit sesuai standar pohon yang
sehat harus dicapai pada bulan ke 12
setelah penanaman. Sensus pada TBM 1 dengan penyisipan menjadi prioritas utama.
Sensus pada TBM 1 dilakukan pada umur 2, 6 dan 10 bulan setelah tanam. Tanaman
yang tidak normal diberi tanda silang cat berwarna putih. Sensus selanjutnya adalah sensus tanaman
tidak produktif yaitu dilakukan pada saat dimulai kastrasi pada bulan ke 14 dan
18.
2.9.
Penyisipan
tanaman
Kegiatan
penyisipan tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati, hilang
atau kemungkinan besar tanaman tidak akan berproduksi optimal. Kedua kegiatan
sensus dan penyisipan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman-tanaman yang ada
di lapangan adalah tanaman produktif. Pelaksanaan
penyisipan tanaman yaitu 3 – 6 bulan setelah tanam, sehingga dimungkinkan
terjadinya keseragaman panen. Frekuensi waktu penyisipan tanaman dilakukan
dengan ketentuan 2-4 rotasi per tahun selama 18 bulan sejak tanam. Cara
penyisipan tanaman yaitu tanaman yang
mati dicabut dan ditempatkan dalam gawangan.
Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan diawali pembuatan titik tanam.
Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur biasa, kecuali bibit yang
digunakan bibit yang lebih besar (umur ≥
12 bulan) sehingga dimungkinkan dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada
saat penyisipan tanaman, diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk per lubang dari pada penanaman awal.
Selanjutnya diperlakukan sama seperti pada tanaman lain di sekitarnya.
III.
MATERI DAN
METODE
3.1. Tempat Dan Waktu
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari Tanggal 21 Januari sampai dengan
Tanggal 21 Februari 2013. bertempat
di PT. Asam Jawa Labuhan Batu
Selatan, Provinsi Sumatra Utara.
3.2. Alat Dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini meliputi:
alat tulis, cangkul, bambu, parang,
suunto, gergaji, meteran, cat, kompas, kawat seling diameter 2 - 3 mm, gps, anak rambung.
Sedangkan bahan yang di gunakan yaitu
pohon kelapa sawit.
3.3. Metode Praktek Kerja Lapang
Metode
yang digunakan dalam praktek
kerja lapang adalah dengan mengikuti kegiatan bagaimana teknik pemeliharaan tanaman kelapa sawit dilahan
gambut PT Asam Jawa Labuhan Batu
Selatan, Provinsi Sumatra Utara, dan semua kegiatan yang diikuti
kemudian dicatat sebagai hasil laporan Praktek Kerja Lapang (PKL).
Semua kegiatan tersebut diikuti
berdasarkan jadwal kegiatan Praktek Kerja Lapang dan jika waktu pelaksanaan di lapangan
terjadi perubahan jadwal kegiatan, maka kegiatan Praktek Kerja Lapang di sesuaikan dengan kondisi
yang ada.
3.4. Pengambilan Data
Pengambilan data Praktek Kerja Lapang ini di ambil melalui dua
jenis yaitu : Data
primer yaitu data
yang
diperoleh melalui pengamatan (Observasi) langsung di lapangan dan melalui
wawancara langsung dengan pimpinan atau karyawan yang berkerja PT Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra
Utara. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui laporan-laporan instansi PT. Asam Jawa Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatra
Utara.
IV.
GAMBARAN UMUM
LOKASI PRAKTEK LAPANG
4.1.
Letak Dan
Keadaan Geografi
Secara geografis PT. Asam Jawa terletak di Kabupaten Labuhan
Batu Selatan yang beribukota di Kota Pinang berada pada 1°26’0’’ – 2°12’55”
Lintang Utara, 99°40’0’’ – 100°26’00’’ Bujur Timur, dengan ketinggian
0-700 m di atas permukaan laut.
Batas wilayah PT. Asam
Jawa adalah sebagai berikut:
a. Sebelah
Utara berbatasan dengan PT SMA Sidodadi, Desa Bunut, PT Melano dan Pengarungan
b. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Simpang Kanan, Pengarungan, PT Melano dan Sulum
c. Sebelah
Timur berbatasan dengan PT SMA dan Kampung 7.
d. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Sumberdjo dan Desa Bunut.
4.2.
Sejarah PT. Asam Jawa
PT. Asam Jawa merupakan
suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang perkebunan kelapa
sawit dan industri pengolahan hasil perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS)
untuk menghasilkan minyak sawit (CPO), dan inti sawit (Kernel). Alasan pemberian nama Asam Jawa pada
perusahaan perkebunan PT. Asam Jawa adalah karena pada saat perumusan nama
perusahaan tersebut, rapat diadakan di Desa Asam Jawa, Kecamatan Kota Pinang.
Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Medan, sedangkan areal perkebunan dan
pabrik berlokasi di kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Pendirian perkebunan
PT. Asam Jawa berdasarkan Akta Notaris B. AR. Poeloengan SH di Medan pada
tanggal 16 Januari 1982. Dilengkapi dengan legalitas lainya dari Pemerintah
Daerah sampai Pemerintah Pusat antara lain : HGU, BKPMD, Ijin Perkebuna dan
PKS. Penenaman pertama kelapa sawit dilakukan pada tahun 1983.
Dasar pemikiran Direksi
untuk membangun Perusahaan Perkebunan PT. Asam Jawa adalah :
a. Untuk
turut berkontribusi terhadap pembangunan di Labuhan Batu Selatan
b. Mengembangkan
potensi otonomi daerah dan menyerap tenaga kerja khususnya di Daerah Labuhan
Batu Selatan
c. Membudidayakan
lahan non produktif menjadi lahan produktif
Areal perkebuan kelapa
sawit PT. Asam Jawa memiliki luas lahan ± 7.967,4 ha, yang terbagi menjadi 11
Divisi. Divisi A : 927,76 ha, Divisi B : 981,1 ha, Divisi C : 947,03 ha, Divisi
D : 962,92 ha, Divisi E : 1.048,68 ha, Divisi F : 603,40 ha, Divisi G :
1.033,42 ha, Divisi H : 1.005,62 ha, Divisi L Payung : 237,02 ha, Divisi
Pirpang : 39,49 ha dan Divisi PSD : 181,96 ha. Perkebunan kelapa sawit PT. Asam
Jawa memiliki Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan juga Tanaman Mengehasilkan
(TM).
|
a
|
|
c
|
|
d
|
|
b
|
Gambar
4.1. (a) Kantor PT. Asam Jawa, (b) Pabrik, (c) Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM),
(d) Tanaman
Mengehasilkan (TM)
4.3. Visi dan Misi PT Asam Jawa
a. Visi
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
b.
Misi
Memajukan kesejahteraan umum.
4.4.
Fasilitas Kebun
Fasilitas
dan sarana akomodasi yang disediakan oleh PT Asam Jawa secara langsung atau
tidak langsung turut mendukung dan mempercepat terjadinya kegiatan produksi
yang akan dilakukan dalam perkebunan. Beberapa sarana yang disediakan adalah
perumahan, poliklinik, listrik, alat transportasi sekolah/truk, bengkel dan
gudang dan lain-lain.
Perumahan, poliklinik
disediakan untuk seluruh karyawan PT Asam Jawa. Sedangkan untuk tenaga kerja
borongan biasanya mengikut pada tenaga kerja staf dan SKU (masih memiliki
hubungan keluarga). Bengkel digunakan untuk sarana dalam pelaksanaan kegiatan
produksi, seperti penyediaan truk, jonder, dan alat-alat bengkel yang digunakan
untuk perbaikan sarana transportasi yang rusak. Sedangkan gudang digunakan
untuk penyimpanan sementara sarana-sarana produksi seperti pupuk, pestisida,
beras, dan sarana penunjang lainnya.
V.
HASIL
DANPEMBAHASAN
5.1.
Pemeliharaan Kelapa Sawit
Pemeliharaan tanaman merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
atau menjaga kesuburan tanah dalam lingkungan pertumbuhan tanaman guna
mendapatkan tanaman yang sehat dan berproduksi sesuai yang diharapkan. Fase pemeliharaan tanaman tahunan
digolongkan menjadi pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman
Menghasilkan (TM). Pada fase TBM, pemeliharaan kelapa diarahkan bagi
pertumbuhan tanaman yang normal serta secepat mungkin memasuki fase TM. Pada
fase TM, pemeliharaan kelapa diarahkan bagi pencapaian proktivitas yang optimal
sesuai dengan potensi produksinya dan diusahakan agar memiliki umur ekonomi
yang panjang.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilakukan
di PT. Asam Jawa Divisi H
dengan judul teknik pemeliharaan kelapa sawit pada lahan
gambut yang terkosentrasi ke Konsolidasi
dan penyisipan pada kelapa sawit yang dilakukan
untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM).
|
A
|
|
B
|
Gambar
5.1. (a) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), (b) Tanaman Menghasilkan (TM)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
merupakan tanaman kelapa sawit yang masih dalam tahap pemeliharaan awal sebelum
dapat dipanen secara komersial atau periode tanaman dimulai dari penanaman sampai
dengan mulai menghasilkan. Tanaman Menghasilkan (TM) merupakan tanaman kelapa
sawit yang sudah melewati masa pemeliharaan awal dimana telah dapat dipanen
sesuai dengan siklus hidupnya.
Pemeliharaan yang biasa dilakukan di Divisi H diantanya adalah:
pengendalian gulma, penyisipan, pemeliharan LCC, pemupukan, penunasan, rawat
jalan, rawat drainase, pengendalian hama dan penyakit tanaman dll.
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
merupakan tanaman kelapa sawit yang masih dalam tahap pemeliharaan awal sebelum
dapat dipanen secara komersial atau periode tanaman dimulai dari penanaman sampai
dengan mulai menghasilkan. Tanaman Menghasilkan (TM) merupakan tanaman kelapa
sawit yang sudah melewati masa pemeliharaan awal dimana telah dapat dipanen
sesuai dengan siklus hidupnya.
Tujuan utama pemeliharaan TBM kelapa sawit adalah
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal agar dapat
memberikan produktivitas maksimal pada masa TM. Ada 7 jenis pekerjaan yang
dianggap urgent dalam pemeliharaan TBM, dimana antar pekerjaan yang satu dengan
yang lainnya harus dikerjakan sama baiknya. Banyak keuntungan yang diperoleh
bila pemeliharaan TBM dilakukan sesuai standar yaitu :
a. Pertumbuhan
yang seragam dalam kondisi ang sehat dan jumlah tegakan yang penuh karena
penyisipan dilakukan sedini mungkin, pemupukan dilakukan dengan prinsip 4
tepat, piringan terkendali, gulmanya dan hamaterkendali serangannya.
b. Memperkecil
biaya pemeliharaan gawangan pada saat TM karena pertumbuhan gulma sudah
tertekan kacangan dan pada saat kacangan mati, kanopi sudah menutup gawangan.
c. Kondisi
tanaman yang sehat akan memberikan produktivitas maksimal dalam jangka panjang.
5.2.
Tanah
Gambut
Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem
yang terbentuk pada kondisi anaerob (drainase buruk) di rawa pasang surut atau
lebak dan mengandung bahan organik (> 50%) dari hasil akumulasi sisa
tanaman. Lahan gambut memberikan beberapa pelayanan (services) ekologi,
ekonomi dan sosial yang potensial untuk dikembangkan sebagai sistem pendukung
kehidupan (life supporting system) (Noor, 2001).
Lahan perkebunan kelapa sawit Divisi H merupakan jenis lahan
gambut, dengan luas lahan gambut yaitu 1005,62 ha, yang mana luas
gambut untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) berjumlah 97,23 ha sedangkan luas gambut
untuk Tanaman Menghasilkan (TM) berjumlah 908,39 ha.
Berdasarkan dari
pengamatan dan melalui wawancara langsung, tingkat kesuburan dan kedalaman lahan gambut di Divisi G tergolong gambut eutrofik yang
merupakan gambut yang subur kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur
hara lainnya sedangkan untuk kedalamannya tergolong gambut dangkal (50 – 100
cm).
Berdasarkan tingkat
kematangan dari tanah gambut di Divisi H, merupakan jenis tanah gambut hemik
dan saprik. Gambut saprik (matang) merupakan
gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali,
berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
Sedangkan gambut hemik (setengah matang) merupakan gambut setengah
lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila
diremas bahan seratnya 15 – 75%.
5.3.
Konsolidasi
Atau Sensus Tanaman
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang di lakukan
di PT Asam Jawa Divisi H, Konsolidasi atau disebut juga sensus adalah kegiatan
yang dilakukan untuk menginventarisasi tanaman yang mati, tumbang, atau
terserang hama atau penyakit. Selain itu dilakukan pula menegakkan tanaman yang
tampak miring dan memadatkan tanah setelah selesai kegiatan penanaman.
Kegiatan konsolidasi atau sensus
tanaman di lakukan pada saat tanaman berumur 2, 6, dan 10 bulan, supaya tanaman
yang telah di tanam dapat di ketahui berapa banyak tanaman yang mati atau
terkena serangan hama dan penyakit.
1.
Penomoran
Pohon
Penomoran pohon dilakukan bersama dengan sensus atau
konsolidasi pada pohon – pohon yang berada dipinggir jalan diberi nomor baris
penomoran ditulis pada batang atau pelepah untuk tanaman tua. Nomor barisan
biasanya ditulis kelang 5 (1, 6, 11, 16, dan seterusnya). Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penomoran pohon adalah sbb:
a.
Jika
arah baris tanaman Utara – Seatan, maka penomoran baris tanaman dimulai dari
Timur ke Barat, penomoran pohon dalam setiap barisan dimulai dari Utara ke
Selatan.
b.
Jika
arah baris tanaman Timur – Barat, maka penomoran baris tanaman dimulai dari
arah Utara – Selatan, penomoran pohon dalam setiap barisan di mulai dari Timur
– Barat.
2.
Penomoran
Blok
Blok adalah satuan manajemen yang terkecil di kebun.
Penomoran blok dibuat berdasarkan tahun tanam.
Karena itu, untuk kegiatan kastrasi bunga betina yang
ada di pohon non produktif ( sensus ke 1 s.d sensus ke 4) tidak dibuang.
Berikutnya adalah sensus tanam produksi rendah yaitu dilakukan 4 kali pada umur
14, 17, 20, dan 23 bulan setelah tanam dengan cara:
a. Sensus
pertama pada umur 14 bulan (Ss 1) yaitu dilakukan pada pohon yang berbunga betina ≤ 4 diberi tanda dot pada pelepah ketiga
dengan cat warna putih
b. Sensus
kedua pada umur 17 bulan (Ss 2) yaitu pohon hasil Ss 1dilihat kembali, dan
apabila jumlah bunga betina ≤ 3 maka
diberi tanda dot pada pelepah yang sama sehingga jumlah dotnya ada dua.
c. Sensus
ketiga pada umur 20 bulan (Ss 3) yaitu pohon hasil Ss 2 dilihat kembali, dan
apabila jumlah bunga betina ≤ 3 maka
diberi tanda dot lagi sehingga jumlah dotnya ada tiga.
d. Sensus
keempat pada umur 23 bulan (Ss 4) yaitu pohon hasil Ss 3 dilihat kembali, dan
apabila jumlah bunga betina ≤ 3 maka diberi tanda dot lagi sehingga jumlah
dotnya ada empat.
Pohon-pohon hasil
sensus keempat dengan tanda dot 4 dianggap tanaman kelapa sawit tidak produktif
dan harus dilakukan pembongkaran serta penyisipan pada 3 bulan berikutnya
(tanaman berumur 26 bulan).
5.4.
Penyisipan
Kegiatan penyisipan tanaman dilakukan untuk
mengganti tanaman yang telah mati, hilang atau kemungkinan besar tanaman tidak akan
berproduksi optimal. Kedua kegiatan sensus dan penyisipan bertujuan untuk
memastikan bahwa tanaman-tanaman yang ada di lapangan adalah tanaman produktif.
Pelaksanaan penyisipan tanaman yaitu 3 – 6 bulan
setelah tanam, sehingga dimungkinkan terjadinya keseragaman panen. Frekuensi waktu
penyisipan tanaman dilakukan dengan ketentuan 2 - 4 rotasi per tahun selama 18 bulan sejak
tanam. Cara penyisipan tanaman yaitu tanaman yang mati dicabut dan ditempatkan
dalam gawangan. Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan diawali pembuatan
titik tanam. Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur biasa, kecuali bibit
yang digunakan bibit yang lebih besar (umur ≥ 12 bulan) sehingga dimungkinkan
dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada saat penyisipan tanaman,
diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk per lubang dari pada penanaman awal.
Selanjutnya diperlakukan sama seperti pada tanaman lain di sekitarnya
Pada di divisi H PT Asam Jawa penyisipan di lakukan
karena tanaman di sebabkan oleh serangan hama, kebanjiran, dan kebakaran.
Karena tanaman banyak yg mati di sebabkan oleh banjir dan kebakaran, maka
penyisipan yg di lakukan terlalu banyak sehingga melakukan pemancangan ulang.
Dimana pemancangan dilakukan adalah untuk memudahkan penanaman dan meluruskan
setiap barisan antar tanaman dari sisi manapun, sistem yang digunakan adalah
sistem tanam segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 m x 9 m x 9m dengan jarak
antar baris 7,8 m yang populasinya/ha didapat 143 pokok.
Rumus mencar populasi =
=
=
143 pokok
Alat – alat yang digunakan dalam
pemancangan yaitu : suunto, bambu, parang, gergaji, meteran, cat, kompas,
theodolite, teropong, gps, anak rambung, kawat seling diameter 2 – 3 mm.
Didalam pemancangan tanaman kelapa sawit dibutuhkan tim yang mana dalam satu
tim terdiri dari 5 orang dimana:
1. 2
orang pembawa kawat seling,
2. 1
orang pembawa teropong (suunto),
3. 1
orang membuat pancang,
4. 1
orang pembawa pancang
Pemancangan dimaksudkan untuk memberi tanda – tanda
guna pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak tanam yang telah direncanakan.
Selain itu, pemancangan juga digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan jalan,
parit, teras/tapak kuda, dan penanaman kacang – kacangan penutup tanah.
Perinsip
pelaksanaan teknis (bibit dan tanam) penyisipan sama dengan pekerjaan
penanaman. Namun, perencanaan, persiapan, dan penguasaan teknisnya perlu lebih
teliti karena pekerjaan ini mempunyai resiko kegagalan yang fatal. Sisipan
sebenarnya merupakan investasi ulang akibat kegagalan pekerjaan awal penanaman
(rework). Oleh karena itu, penyisipan yang dilaksanakan harus menjamin
kelangsungan hidup tanaman sampai dengan berproduksi. Bibit yang ditanam untuk
tanaman yang masih baru sebaiknya mnggunakan bibit yang seumur dengan tanaman
yang disisip. Pokok sisipan ditanam pada bekas tanaman yang sudah dibongkar
supaya barisan tanaman tetap lurus
|
A
|
|
B
|
Gambar 5.2. (a). Proses penurunan dari transportasi.
(b). Proses pelangsiran bibit ke
lubang tanam
VI.
PENUTUP
6.1.
Kesimpulan
Pemeliharaan
tanaman merupakan suatu usaha untuk meningkatkan atau menjaga kesuburan tanah
dalam lingkungan pertumbuhan tanaman guna mendapatkan tanaman yang sehat dan
berproduksi sesuai yang diharapkan. Berdasarkan dari pengamatan dan melalui
wawancara langsung, tingkat kesuburan dan kedalaman lahan gambut di Divisi H tergolong gambut
eutrofik sedangkan untuk kedalamannya tergolong gambut dangkal (50 – 100 cm). Berdasarkan
tingkat kematangan dari tanah gambut merupakan jenis tanah gambut hemik (setengah
matang) dan saprik (matang).
Penyisipan
yang di lakukan di divisi H PT Asam Jawa merupakan suatu pekerjaan penting di
perkebunan kelapa sawit supaya semua titik tanam hidup dan menghasilkan
produksi per hektar yang maksimal serta menekan pertumbuhan lalang dan gulma
lainnya.
6.2.
Saran
Berdasarakan
hasil Praktek Kerja Lapang yang dilakukan maka disarankan dalam Penyisipan pada
kelapa sawit harus dilakukan penggunaan pupuk dasar dan pupuk posfat, dengan
pemberian pupuk posfat pada dasar dan dinding lubang tanam dimaksudkan untuk
merangsang pertumbuhan akar.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa
Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 6 Nomor 1. Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang
Andriesse,
J.P., 1992. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Land and
Water Development.
Fauzi,
Y., et al., 2008, Kelapa sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha
& Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lubis,
A.U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Pemantang Siantar.
Maksi,
2008. Deskripsi Kelapa Sawit Varietas
Sriwijaya. PT. Bina Sawit. Penebar Swadaya. Palembang.
Noor, M.
2001. Pertanian Lahan Gambut
Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta
Pahan,
2008. Panduan Teknis Budidaya Kelapa
Sawit. PT Indopalma Wahana
Hutama. Jakarta.
Radjagukguk, B., 1997. Prospek Pengelolaan Tanah-Tanah Gambut Untuk Perluasan Lahan Pertanian.
Seminar Nasional Tanah-Tanah Bermasalah Di Indonesia Kmit Fakultas Pertanian
Uns Surakarta 15 Oktober 1990. Surakarta.
Sastrosayono,
Selardi, 2003. Budidaya Kelapa Sawit
. Penerbit PT Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan
Setyatmidjaja,
D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta.
127 hal.
Yahya,
S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52
hal.
Sunarko,
2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan
Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
microtouch titanium trim (traditionally) a top rated - TITNIA.COM
BalasHapusThe premium titanium gravel bike microtouch titanium rainbow quartz titanium trim is made by TITNIA in Thailand, providing an optimal experience on the how strong is titanium reels. rocket league titanium white This top titanium color notch $5.00 · In stock